
Seorang dokter harus mengklarifikasikan apakah tindakan-tindakan medis yang akan dilakukan kepada pasien harus disetujui dalam informed consent yang secara tertulis atau cukup dengan persetujuan lisan saja. Secara garis besar bentuk izin (persetujuan) dapat dibedakan atas:
- Persetujuan tertulis
Yaitu persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga pasien setelah mendapatkan penjelasan atau informasi dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya mengenai hal-hal yang akan dilakukan (tindakan medis) terhadap pasien dalam bentuk tertulis pada formulir khusus yang telah disediakan. Persetujuan tertulis diberikan terhadap: Semua tindakan medis yang mengandung risiko tinggi dan tindakan-tindakan yang hasilnya sulit diprediksi atau diragukan.
2. Persetujuan lisan
Dalam Permenkes Nomor 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran dinyatakan bahwa pasien tidak perlu diberikan persetujuan dalam bentuk tertulis jika tindakan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya bukan tindakan yang mengandung risiko tinggi atau yang diragukan hasilnya. Jadi persetujuan yang diberikan oleh pasien bisa berupa mengiyakan dengan perkataan, menganggukkan kepala, mengedipkan mata, menggerakkan tangan atau dengan cara diam saja (contact eyes) dengan catatan pasien sadar dan mengerti pembicaraan.
3. Tanpa persetujuan
Ada kalanya tindakan medis dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga pasien jika kondisi pasien dalam kondisi tidak memungkinkan menerima informasi dan memberikan persetujuan.
Hal-hal terlebih dahulu harus dijelaskan dokter kepada pasien sebelum pasien memberikan persetujuan untuk dilakukan tindakan medis terhadapnya, dalam Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 sekurang-kurangnya mencakup:
- Diagnosis dan tatacara tindakan medis,
- Tujuan tindakan medis yang dilakukan,
- Alternatif tindakan lain dan risikonya,
- Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi,
- Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
Seseorang yang mencari upaya kesehatan akan datang kepada orang yang dianggap mampu mengembalikan atau mengobati kesehatan yang terganggu. Dokter dianggap mampu menyembuhkan penyakit yang diderita pasien. Hubungan dokter dengan pasien dalam kerjasama yang didasari rasa kepercayaan pasien terhadap dokter untuk mengobati dan diobati disebut Transaksi terapeutik. Hal ini sering salah pemahaman oleh masyarakat awam bahwa kesembuhan pasien yang menjadi obyek transaksi terapeutik. Padahal obyek transaksi terapeutik adalah upaya dokter dalam mengobati pasien, bukan kesembuhan pasien karena jika kesembuhan pasien maka akan menyudutkan dokter.
Baca Juga: REKAM MEDIS
Anda ingin mengetahui penjelasan lebih lanjut dalam hukum kesehatan dapat menghubungi kami A&A Law Office melalui Telepon/WA: +62 812-4637-3200