Pada prinsipnya, kebersamaan harta kekayaan dalam perkawinan tidak hanya berupa benda-benda bergerak dan tidak bergerak yang diperoleh selama masa perkawinan, baik dengan atas nama atau tidak atas nama istri/suami, tetapi juga berkaitan dengan yang dibawah oleh mereka berdua dalam perkawinan. Misalnya, benda-benda atas nama istri berupa tagihan-tagihan dan saham-saham yang dibawa olehnya selama perkawinan, maka benda-benda tersebut tidak dapat dibalik nama menjadi atas nama suami atau atas nama suami istri. Meskipun demikian, benda-benda tersebut tetap menjadi bagian dari harta bersama. Benda-benda tersebut boleh dijual, dipindahtangankan, atau dibebani oleh suami tanpa perantaraan istri.
Di samping adanya benda-benda yang merupakan bagian dari harta bersama, juga ada benda-benda yang tidak termasuk di dalamnya, seperti harta hibah dan harta warisan. Kedua macam harta itu pada dasarnya merupakan harta bawaan atau harta perolehan yang tidak masuk dalam kategori harta bersama. Hal itu tidak berlaku, kecuali jika calon pasangan suami istri menentukan dalam perjanjian perkawinan yang mereka buat bahwa dua macam harta merupakan harta bersama (harta gono-gini). Hal ini ditentukan dalam KUHPerdata Pasal 120. Berdasarkan penjelasan panjang lebar di atas, dapat ditegaskan kembali bahwa wewenang atau kekuasaan suami begitu besar terhadap pengurusan harta bersama. Suami tidak bertanggung jawab terhadap istri berkenaan dengan pengurusan tersebut. Dia juga tidak diwajibkan oleh istri untuk memberikan perhitungan kepadanya, termasuk jika nantinya kebersamaan harta bersama itu bubar. Meskipun demikian, kekuasaan sumai yang begitu besar itu ternyata dibatasi oleh 2 hal, yaitu:
- Dibatasi oleh Undang-Undang;
Kekuasaan suami dalam mengurus harta bersama dibatasi oleh undang-undang. Hal ini diatur dalam KUHPerdata Pasal 124 ayat 3. Suami dan istri juga boleh menghibahkan secara bersama-sama. Pasal 124 ayat 3 di atas memberikan pengecualian terhadap hibah yang difungsikan untuk memerhatikan kedudukan anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan mereka. Artinya, hibah yang dilakukan adalah untuk kepentingan anakanak dan masa depannya. Dalam bentuk hibah seperti ini, suami diperbolehkan untuk tidak meminta bantuan istrinya. Suami memiliki batasan berkenaan dengan hibah terhadap benda-benda yang bergerak. Suami tidak diperbolehkan menghibahkan benda bergerak tertentu, kecuali diperjanjikan bahwa hak pakai hasilnya memang dihadiahkan kepada suami.
- Dibatasi dengan Perjanjian Perkawinan;
Dalam perjanjian perkawinan dapat ditentukan bahwa suami tanpa bantuan istri tidak dapat memindahtangankah atau membebani (1) benda-benda bergerak, dan (2) surat-surat pendaftaran dalam buku besar perutangan umum, surat-surat berharga lain, piutang-piutang atas nama (benda-benda bergerak atas nama). Yang dimaksud benda-benda bergerak atas nama, misalnya atas nama istri dan dibawa masuk dalam perkawinan, atau barang-barang yang diperoleh sang istri sepanjang perkawinan. Dengan demikian, untuk dapat memindahtangankan atau
membebani barang-barang tersebut harus ada kerja sama dan kesepakatan di antara mereka berdua (suami istri).
Jika anda ingin mengetahui lebih lanjut permasalahan bidang hukum lainnya dapat menghubungi kami A&A Law Office melalui Telephone/WA di atau mengirimkan email ke lawyer@aa-lawoffice.com. A&A Law Office merupakan pengacara terbaik di Indonesia, karena didukung oleh Sumber Daya Manusia/Pengacara-pengacara yang tidak hanya ahli dibidang hukum perdata/privat, akan tetapi juga didukung oleh Pengacara-pengacara yang ahli dibidang Hukum yang lainnya.
A&A Law Office mengedepankan prinsip Profesionalisme dalam mengupayakan penyelesaian permasalahan hukum yang dihadapi klien. Sehingga dalam melaksanakan aktivitasnya selalu berpijak kepada komitmen dan tangung jawab tasa profesi dan kode etik setiap menjalankan profesi bidang hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.