
Ada kalanya tindakan medis dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga pasien jika kondisi pasien dalam kondisi tidak memungkinkan menerima informasi dan memberikan persetujuan, antara lain:
- Dalam kondisi darurat
Jika dalam kondisi pasien darurat harus segera diberikan tindakan untuk menyelamatkan kehidupan pasien (live saving) atau mencegah terjadinya kecacatan, dalam hal kondisi ini persetujuan tidak perlu diminta kepada pasien atau keluarga pasien. Jika terjadi hal-hal buruk terhadap diri pasien atau tindakan yang diberikan gagal, maka pasien atau keluarga tidak bisa menuntut dokter atau tenaga kesehatan lainnya dengan syarat bahwa tindakan penyelamatan telah sesuai standar operasional prosedur (SOP) dengan baik dan sesuai kompetensi tenaga kesehatan yang menolongnya. Dasar kenapa seorang dokter yang mengetahui ada orang yang memerlukan dan dia sanggup menolongnya merupakan suatu kewajiban apabila tidak dilakukan maka dokter yang bersangkutan terkena sanksi pidana
a. Pasal 304 KUHP
“Barangsiapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”
b. Pasal 51 huruf d Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
“Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban: melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya”.
2. Pasien anak-anak dan orang tidak cakap secara hukum
Pasien anak-anak secara hukum belum bisa disebut dewasa menurut hukum perdata Pasal 330 KUHPerdata seseorang dinyatakan dewasa pada usia 21 tahun atau telah menikah. Anak-anak dan orang tidak cakap hukum secara hukum dianggap menyerahkan sepenuhnya penyembuhan kepada dokter. Tindakan pasien yang menyerahkan sepenuhnya masalah penyembuhan kepada dokter dan langkah dokter yang mengambil alih tanggung jawab sementara pasien yang tidak cakap hukum diatur dalam Pasal 1354 KUHPerdata yang mengatur tentang ”Zaakwarneming” (perwakilan sukarela)
3. Pasien dalam kondisi tidak sadar
Untuk pasien yang tidak sadar, tidak mungkin diminta persetujuan, namun persetujuan tersebut dimintakan kepada keluarga pasien atau orang yang mengantarnya. Jika tidak ada keluarga yang kompeten maka seorang dokter harus tetap melakukan kewajibannya menolong pasien tersebut jika memang pasien tersebut memerlukan pertolongan untuk kelangsungan hidupnya.
4. Perluasan suatu tindakan medis
Yang dimaksud dengan tindakan perluasan adalah jika suatu tindakan bedah yang sudah ada informed consentnya, ternyata pada saat dilakukan operasi diperlukan tindakan berlebih dikarenakan adanya suatu kondisi (yang tidak termasuk dalam penjelasan informed consent) yang apabila tidak dilakukan akan menjadi maslah serius bagi pasien dan saat itu tidak dimungkinkan pemberian informed consent kepadanya dikarenakan waktu yang mepet. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menyelamatkan hidup atau mencegah kecacatan (live saving), misalnya seorang dokter bedah dalam suatu operasi dinding perut ternyata pada saat itu melihat usus buntu pasien meradang dan hampir pecah, maka dokter wajib mengambil tindakan perluasan dengan melakukan pemotongan usus buntu tersebut selain tujuan operasi pertamanya. Maka jika terjadi pecah akan membahayakan kelangsungan hidup pasien. Jika dokter tidak mengoperasi usus buntu tersebut, maka dokter akan dianggap bersalah (terkena Pasal 304 KUHP, penelantaran terhadap orang yang memerlukan pertolongan)
Jika anda ingin mengetahui lebih lanjut permasalahan di bidang hukum Kesehatan maka dapat menghubungi A&A Law Office melalui Telpon/WA di +62 812-4637-3200