Penerapan Asas No Work No Pay

Penerapan Asas No Work No Pay, PHK, pekerja, pengusaha, pesangon, serikat pekerja, buruh perusahaan
Penerapan Asas No Work No Pay

Perlu diperhatikan bahwa asas no work no pay ini baru berlaku apabila pekerja/buruh tersebut tidak melakukan pekerjaannya karena keinginannya sendiri atau pekerja/buruh lalai dalam melakukan pekerjaannya. Sehingga pekerja/buruh yang tidak melaksanakan pekerjaan bukan disebabkan kesalahannya, pekerja/buruh tersebut tetap berhak atas pengupahan.

Apabila kita melihat kembali ketentuan yang diatur pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka terdapat 2 (dua) keadaan yang mungkin terjadi selama belum adanya penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, yakni i) pekerja/buruh tetap melaksanakan pekerjaan dan menerima upah dari pengusaha; atau ii) pekerja/buruh tidak melaksanakan pekerjaan sebagai akibat tindakan skorsing dari pengusaha, namun mereka tetap berhak untuk mendapatkan upah beserta hak-hak lainnya yang biasa mereka terima.

Pada keadaan pertama, pekerja/buruh tetap diwajibkan melaksanakan pekerjaannya sesuai yang telah disepakati dalam perjanjian kerja. Atas hal tersebut maka pengusaha wajib pula memberikan upah kepada pekerja/buruh sebagai bentuk imbalan atas dilaksanakannya pekerjaan tersebut. Sehingga keadaan ini tidak bertentangan dengan asas no work no pay.

Namun pada keadaan kedua, pengusaha yang melakukan tindakan skorsing kepada pekerja/buruh tetap diwajibkan memberikan upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh selama 6 (enam) bulan. Hal ini menjadi unik ketika undang-undang memerintahkan pengusaha yang melakukan skorsing tetap diwajibkan untuk membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh. Meskipun pekerja/buruh tersebut tidak melaksanakan pekerjaan, namun keadaan ini tidak bertentangan dengan asas no work no pay. Hal ini dikarenakan penerapan asas no work no way ditujukan dalam kondisi pekerja/buruh tidak melaksanakan pekerjaannya karena kemauannya sendiri. Sedangkan pekerja/buruh yang berada dalam masa skorsing, tidak dapat melaksanakan pekerjaan karena dihalangi oleh pengusaha.

Tindakan skorsing oleh pengusaha secara sepihak tersebut tentunya dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum, karena pengusaha telah menghalangi pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan. Sehingga apabila pekerja/buruh tidak dapat melaksanakan pekerjaan dan menerima upah, tentunya hal tersebut akan merugikan hak pekerja/buruh karena pekerjaan tidak dapat dilaksanakan sebagai akibat tindakan pengusaha. Oleh karena itu, demi menjaga asas hukum pengupahan yang berkeadilan, maka Negara/Pemerintah harus melindungi upah pekerja/buruh untuk menghindari perbuatan semena-mena dari pengusaha yang memiliki posisi ekonomi yang lebih kuat daripada pekerja/buruh.

Jika anda ingin mengetahui lebih lanjut permasalahan bidang hukum lainnya dapat menghubungi kami A&A Law Office melalui Telephone/WA di atau mengirimkan email ke lawyer@aa-lawoffice.com. A&A Law Office merupakan pengacara terbaik di Indonesia, karena didukung oleh Sumber Daya Manusia/Pengacara-pengacara yang tidak hanya ahli dibidang hukum perdata/privat, akan tetapi juga didukung oleh Pengacara-pengacara yang ahli dibidang Hukum yang lainnya.

A&A Law Office mengedepankan prinsip Profesionalisme dalam mengupayakan penyelesaian permasalahan hukum yang dihadapi klien. Sehingga dalam melaksanakan aktivitasnya selalu berpijak kepada komitmen dan tangung jawab jasa profesi dan kode etik setiap menjalankan profesi bidang hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.