Pandemi covid-19 telah banyak memakan korban jiwa, tak hanya itu perkonomian nasional juga terkena dampak yang cukup keras akibat pandemi ini. Masyarakat yang menjadi terikat dengan lembaga-lembaga pembiayaan non-bank juga tedampak situasi pandemi Covid-19, hingga Pemerintah melalui Otortias Jasa Keuangan turun tangan mengeluarkan kebijakan relaksasi untuk memberikan restrukturisasi pembiayaan bagi debitor.
Kerugian yang dialami para pelaku usaha tentunya juga akan berdampak kepada para kreditornya yang macet pemenuhan piutangnya. Jika hal ini terus berlanjut, tidaklah mustahil banyak perusahaan yang pailit dalam waktu dekat. peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia telah menyediakan mekanisme untuk menghindari kepailitan. Mekanisme tersebut biasa dikenal dengan istilah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Mekanisme PKPU telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Berdasarkan Pasal 222 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon PKPU, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor. Kreditor yang dimaksud dalam ketentuan pasal ini adalah setiap kreditor baik konkuren maupun kreditor yang didahulukan.
Debitor dapat mengajukan permohonan PKPU melalui Pengadilan Niaga di wilayah jursdiksi wilayah debitor. Tidak hanya debitor, kreditor juga dapat mengajukan permohonan PKPU atas debitornya berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Prosedur permohonan PKPU dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 224 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagai berikut:
- Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 harus diajukan kepada Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dengan ditandatangani oleh pemohon dan oleh advokatnya;
- Dalam hal pemohon adalah Debitor, permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang harus disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang Debitor beserta surat bukti secukupnya;
- Dalam hal pemohon adalah Kreditor, Pengadilan wajib memanggil Debitor melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang;
- Pada sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Debitor mengajukan daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang Debitor beserta surat bukti secukupnya dan, bila ada, rencana perdamaian;
- Pada surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilampirkan rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222;
- Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) berlaku mutatis mutandis sebagai tata cara pengajuan permohonan penundaan kewajibanpembayaran utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
Jika anda ingin mengetahui lebih lanjut permasalahan bidang hukum lainnya dapat menghubungi kami A&A Law Office melalui Telephone/WA di atau mengirimkan email ke lawyer@aa-lawoffice.com. A&A Law Office merupakan pengacara terbaik di Indonesia, karena didukung oleh Sumber Daya Manusia/Pengacara-pengacara yang tidak hanya ahli dibidang hukum perdata/privat, akan tetapi juga didukung oleh Pengacara-pengacara yang ahli dibidang Hukum yang lainnya.
A&A Law Office mengedepankan prinsip Profesionalisme dalam mengupayakan penyelesaian permasalahan hukum yang dihadapi klien. Sehingga dalam melaksanakan aktivitasnya selalu berpijak kepada komitmen dan tangung jawab tasa profesi dan kode etik setiap menjalankan profesi bidang hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.