Penerbitan sertifikat oleh Kepala Kantor Pendaftaran Tanah merupakan Keputusan Tata Usaha Negara. Seorang yang merasa dirugikan dengan diterbitkannya sertifikat yang merupakan Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, sebagaimana tersebut dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dimana penggugat dapat menggugat Keputusan Tata Usaha Negara dapat dibatalkan atau dinyatakan tidak sah. Dengan mengacu pada Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara tersebut, adalah sah-sah saja jika para penggugat yang merasa dirugikan dengan terbitnya sertifikat yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan yang merupakan Keputusan Tata Usaha Negara, mengajukan gugatan untuk mohon agar sertifikat dinyatakan batal atau tidak sah.
Pembatalan sertifikat hak atas tanah yang merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mempertahankan hak atas tanahnya, dapat dilakukan melalui dua cara yakni: pertamadengan gugatan perdata yang diajukan melalui Pengadilan Negeri yang mendasarkan pada hak kepemilikan atas tanah. Gugatan kepemilikan ini mendasarkan pada lembaga Rechtsverwerking yang diatur dalam Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dankedua, gugatan atas Keputusan Tata Usaha Negara yang diajukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, dengan menggugat Keputusan Tata Usaha Negara, yang mendasarkan pada Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Melalui asas Rechtsverwerking ini akan memberikan kepastian hukum kepada pihak yang namanya telah tercantum dalam sertifikat dan telah memenuhi syarat sebagaimana tertuang dalam Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Ada pembedaan jenis putusan hakim yang berkaitan dengan pembatalan sertifikat yang diputuskan oleh hakim Pengadilan Umum dan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara. Hakim Pengadilan Umum, dapat saja memutuskan dengan batal demi hukum (nietig) atau dapat dibatalkan (vernietigbaar). Putusan batal demi hukum (nietig), akan mengakibatkan bahwa sejak semula dianggap tidak terjadi hubungan hukum sebagaimana dipakai sebagai dasar kepemilikan hak atas tanah. Hal ini akan terjadi jika dalam gugatan terbukti bahwa perolehan tanah oleh pihak yang namanya tercantum dalam sertifikat,karena bertentangan dengan undang-undang, atau dapat dikatakan bahwa alas hak untuk memproleh hak atas tanah tersebut didasarkan pada causa yang tidak halal.
Jika anda ingin mengetahui lebih lanjut permasalahan bidang hukum lainnya dapat menghubungi kami A&A Law Office melalui Telephone/WA di atau mengirimkan email ke lawyer@aa-lawoffice.com. A&A Law Office merupakan pengacara terbaik di Indonesia, karena didukung oleh Sumber Daya Manusia/Pengacara-pengacara yang tidak hanya ahli dibidang hukum perdata/privat, akan tetapi juga didukung oleh Pengacara-pengacara yang ahli dibidang Hukum yang lainnya.
A&A Law Office mengedepankan prinsip Profesionalisme dalam mengupayakan penyelesaian permasalahan hukum yang dihadapi klien. Sehingga dalam melaksanakan aktivitasnya selalu berpijak kepada komitmen dan tangung jawab jasa profesi dan kode etik setiap menjalankan profesi bidang hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.