Aturan pembagian warisan yang diajarkan oleh Islam adalah syariat yang permanen berdasarkan Al-Qur’an, sunah, dan ijma’ para ulama, keberadaannya sebagaimana keberadaan hukum-hukum shalat, zakat, muamalat, dan hudud. Setiap Muslim wajib melaksanakan dan mengamalkannya, tidak diperkenankan mengubah dan menolaknya sepanjang masa. Sepanjang umat manusia berprasangka dan berpikir baik maka apa yang disyariatkan Allah pastilah baik bagi mereka dan lebih memberi manfaat.
Tradisi atau kebiasaan yang sudah menjadi adat-istiadat dalam masyarakat tidak semuanya dapat diterima dalam hukum Islam. Tradisi atau ‘urf bisa menjadi metode penetapan hukum Islam dan sekaligus menjadi sumber hukum Islam berdasarkan sayarat-syarat sebagai berikut:
Jika memperhatikan persamaan dan perbedaan antara hukum waris Islam dengan hukum waris adat Jawa sebagaimana telah diuraikan, ada beberapa hal yang bertentangan dengan hukum Islam, sehingga umat Islam tidak bisa mengambil hukum dengannya diantaranya: pertama, peralihan harta waris dapat berjalan sebelum pewaris wafat, di mana dalam hukum Islam proses pewarisan hanya dapat terjadi jika si pewaris telah wafat. Jadi mutlak matinya pewaris harus dipenuhi untuk adanya pewarisan; kedua, ketentuan bagian ahli waris tidak ada ketentuan yang jelas ketika pewarisan dilakukan sebelum pewaris wafat, di beberapa daerah bagian ahli waris laki-laki dan perempuan tidak dibedakan sedangkan dalam hukum Islam ketentuan bagian ahli waris dzawil furudh sudah ditetapkan secara permanen bahkan Allah sendiri yang menentukan kadarnya; ketiga, cara pewarisan pada hukum adat Jawa kebanyakan dilakukan sesuai kehendak pewaris dengan cara acungan,lintiran, wekasan, dan dum dum kupat atau sigar semangka. sedang dalam hukum Islam cara pewarisan dan perhitungannya ada ilmu tersendiri yang membahas hal itu.
Bagi masyarakat Jawa yang melakukan pembagian warisan terhadap anak laki-laki dan perempuan menggunakan cara segendhong sepikul, artinya bagian anak laki-laki dua kali lipat bagian anak perempuan, dalam hal ini sama dengan sistem pembagian warisan yang ada dalam Islam yaitu 2:1. Cara sepikul segendongan ini adalah resepsi atau hasil adaptasi dengan hukum waris Islam,61 yang tadinya bagian anak laki-laki dan anak perempuan adalah 1:1 (cara dum-dum kupat) menjadi 2:1 (cara sepikul segendongan), sehingga hal demikian dibolehkan dalam hukum Islam.
Jika anda ingin mengetahui lebih lanjut permasalahan bidang hukum lainnya dapat menghubungi kami A&A Law Office melalui Telephone/WA di atau mengirimkan email ke lawyer@aa-lawoffice.com. A&A Law Office merupakan pengacara terbaik di Indonesia, karena didukung oleh Sumber Daya Manusia/Pengacara-pengacara yang tidak hanya ahli dibidang hukum perdata/privat, akan tetapi juga didukung oleh Pengacara-pengacara yang ahli dibidang Hukum yang lainnya.
A&A Law Office mengedepankan prinsip Profesionalisme dalam mengupayakan penyelesaian permasalahan hukum yang dihadapi klien. Sehingga dalam melaksanakan aktivitasnya selalu berpijak kepada komitmen dan tangung jawab jasa profesi dan kode etik setiap menjalankan profesi bidang hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.