Asas Presumptio Iustae Causa dianut dalam prinsip umum Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang menyebutkan bahwa gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara serta tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat. Ketentuan ini menimbulkan penafsiran; (1) KTUN selalu harus dianggap menurut hukum atau memiliki legalitas untuk dilaksanakan sejauh belum ada putusan Pengadilan yang inkracht van gewijsde mengenai harus dinyatakan batal atau tidak sahnya Keputusan (beschikking) tersebut. Proses di muka Pengadilan Tata Usaha Negara memang dimaksudkan untuk menguji (toetsing) apakah dugaan bahwa KTUN yang digugat itu melawan hukum beralasan atau tidak; (2) Seharusnya, KTUN sudah merupakan bentuk atau manifestasi tindakan pemerintahan dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Namun, dari ketentuan Pasal 67 ayat (1) tersebut, antara KTUN dengan tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dibedakan dengan penambahan kata “serta” di antara keduanya.
Suatu KTUN atau tindakan hukum administrasi itu selalu diduga sah menurut hukum dan karenanya selalu dapat dilaksanakan seketika. Jadi, suatu keputusan administratif itu dianggap berdiri segaris dengan suatu putusan pengadilan atau suatu akta otentik. Walaupun keputusan yang bersangkutan itu digugat, hal itu tidak menghalangi bekerjanya prinsip tersebut. Terdapat kemungkinan pihak ketiga mengajukan permohonan penundaan pelaksanaan KTUN ialah apabila pihak ketiga bertindak sebagai intervenient, yang mewakili kepentingannya sendiri (penggugat) dan kepentingan itu paralel dengan kepentingan penggugat semula.
Putusan penundaan sangat berpengaruh terhadap tugas pelayanan pemerintah kepada masyarakat atau dengan perkataan lain dapat menghambat program-program pembangunan yang sedang dicanangkan. Hal-hal tersebut akan berakibat terhadap investasi dan perekonomian, yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, penjatuhan putusan penundaan tersebut harus dilakukan benar-benar sesuai dengan hukum, dan dalam rangka kontrol yuridis terhadap pemerintah (penguasa), sehingga sasaran utamanya adalah tetap pada kepentingan masyarakat (welfare state), bukan malah sebaliknya.
Jika anda ingin mengetahui lebih lanjut permasalahan bidang hukum lainnya dapat menghubungi kami A&A Law Office melalui Telephone/WA di atau mengirimkan email ke lawyer@aa-lawoffice.com. A&A Law Office merupakan pengacara terbaik di Indonesia, karena didukung oleh Sumber Daya Manusia/Pengacara-pengacara yang tidak hanya ahli dibidang hukum perdata/privat, akan tetapi juga didukung oleh Pengacara-pengacara yang ahli dibidang Hukum yang lainnya.
A&A Law Office mengedepankan prinsip Profesionalisme dalam mengupayakan penyelesaian permasalahan hukum yang dihadapi klien. Sehingga dalam melaksanakan aktivitasnya selalu berpijak kepada komitmen dan tangung jawab jasa profesi dan kode etik setiap menjalankan profesi bidang hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.