Manfaat Perjanjian Perkawinan

Mahkamah Konstitusi (MK) menangkap kerisauan pasangan suami-istri ini. Akhirnya MK memberi tafsir baru atas ketentuan UU Perkawinan yang mengatur mengenai perjanjian perkawinan itu. Lewat Putusan MK yang dibacakan pada akhir Oktober 2016 lalu, MK menyatakan bahwa perjanjian perkawinan tidak hanya dapat dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan. Tapi juga dapat dibuat selama ikatan perkawinan berlangsung.

Dalam putusan itu pula MK menyatakan, perjanjian perkawinan dapat disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau juga notaris. Hal ini berbeda dengan ketentuan sebelum putusan MK dimana perjanjian perkawinan hanya disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan.  Sekedar informasi, pegawai pencatat perkawinan secara Islam adalah kantor urusan agama (KUA). Sedangkan untuk perkawinan non Islam adalah kantor catatan sipil.

Dengan adanya putusan MK ini, pasangan suami-istri yang belum pernah membuat perjanjian perkawinan seolah-olah mendapatkan jalan keluar yang ‘legal’. Sebab, sebelum ada putusan MK, para pasangan suami-istri harus ‘berakrobat’ terlebih dulu untuk bisa membuat perjanjian perkawinan. Mulai dari meminta penetapan pengadilan hingga melakukan penyelundupan hukum dengan berpura-pura terlebih dulu bercerai, membuat perjanjian perkawinan lalu menikah lagi.

Manfaat Perjanjian Perkawinan

Perjanjian Perkawinan, berdasarkan putusan MK, dapat berupa perjanjian yang berkaitan dengan harta perkawinan atau perjanjian lainnya. Sebetulnya apa saja manfaat dari perjanjian perkawinan sehingga MK sampai mau mengubah bunyi ketentuan Pasal 29 UU Perkawinan. Berikut ini beberapa manfaatnya:

  1. Memisahkan harta kekayaan antara pihak suami dengan pihak istri sehingga harta kekayaan mereka tidak bercampur. Oleh karena itu, jika suatu saat mereka bercerai, harta dari masing-masing pihak terlindungi, tidak ada perebutan harta kekayaan bersama atau gono-gini.
  2. Atas hutang masing-masing pihak pun yang mereka buat dalam perkawinan mereka, masing-masing akan bertanggung jawab sendiri-sendiri.
  3. Jika salah satu pihak ingin menjual harta kekayaan mereka tidak perlu meminta izin dari pasangannya (suami/istri).
  4. Begitu juga dengan fasilitas kredit yang mereka ajukan, tidak lagi harus meminta izin terlebih dahulu dari pasangan hidupnya (suami/istri) dalam hal menjaminkan aset yang terdaftar atas nama salah satu dari mereka.

Mau berkonsultasi atau memiliki pertanyaan seputar perjanjian perkawinan / postnuptial agreement ? Kami siap membantu Anda, silakan hubungi A & A Law Office di +62 812-4637-3200 (whatsapp available) atau email ke: lawyer@aa-lawoffice.com