
Perjanjian perkawinan diperlukan untuk mempermudah dalam memisahkan mana yang merupakan harta gono-gini dan mana yang bukan agar jika terjadi perceraian, pembagian harta gono-gininya dapat dengan mudah diselesaikan. Dengan begitu perselisihan antar pasangan suami istri yang sudah bercerai tidak perlu berkepanjangan. Lebih lagi mereka harus menyelesaikan persoalan-persoalan lain yang berkenaan dengan pemutusan hubungan perkawinan mereka. Maka untuk itu perjanjian perkawinan tetap penting dan bermanfaat bagi siapa saja yang terikat dalam hubungan perkawinan. Secara khusus, perjanjian perkawinan dibuat untuk melindungi secara hukum harta bawaan masing-masing pihak suami istri. Artinya perkawinan dapat berfungsi sebagai media hukum untuk menyelesaikan masalah-masalah rumah tangga yang terpaksa harus berakhir, baik karena perceraian maupun kematian. Dengan adanya perjanjian perkawinan, maka akan jelas dibedakan mana yang merupakan harta gono-gini yang perlu dibagi dua secara merata.
Perjanjian perkawinan juga berguna untuk mengamankan aset dan kondisi ekonomi keluarga. Jika suatu saat terjadi penyitaan terhadap seluruh aset keluarga karena bisnis bangkrut, dengan adanya perjanjian perkawinan, maka ekonomi keluarga akan bisa aman. Ketika hendak membuat perjanjian perkawinan, pasangan calon pengantin biasanya memandang bahwa perkawinan itu tidak hanya membentuk sebuah rumah tangga saja, namun ada sisi lain yang harus dimasukkan dalam poin-poin perjanjian. Tujuannya, tidak lain agar kepentingan mereka tetap terjaga. Perjanjian perkawinan juga sangat bermanfaat bagi kaum perempuan.
Adanya perjanjian perkawinan, maka hak-hak dan keadilan bagi soorang Istri dapat terlindungi. Perjanjian perkawinan dapat dijadikan pegangan agar suami tidak memonopoli harta gono-gini dan harta kekayaan pribadi istrinya. Disamping itu, dari sudut pemberdayaan perempuan, perjanjian tersebut bisa menjadi alat perlindungan perempuan dari segala kemungkinan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Perjanjian perkawinan memang tidak diharuskan. Hanya banyak manfaat yang bisa dirasakan jika sebuah perkawinan itu juga diserta adanya perjanjian perkawinan terlebih dahulu. Pemahaman akan perlu atau tidaknya sebuah perjanjian perkawinan itu biasanya didasarkan atas kesepakatan antara calon suami dan calon istri yang hendak berumah tangga. Apabila salah satu dari mereka tidak setuju, maka hal tersebut tidak dapat dipaksakan. Oleh karena sifatnya yang tidak wajib, tidak adanya perjanjian perkawinan tidak otomatis menggugurkan status perkawinan mereka. Pembuatan perjanjian perkawinan lebih didorong karena adanya kemungkinan hak-hak dari pihak yang akan terganggu jika perkawinan mereka dilangsungkan.
Perjanjian perkawinan biasanya berupa perjanjian antara calon suami istri yang akan melangsungkan perkawinan dengan ketentuan mereka sepakat untuk mengadakan perjanjian pisah harta, yaitu harta yang mereka miliki bukan harta gono-gini, namun menjadi harta pribadi masing-masing. Meskipun demikian, isi perjanjian itu sesungguhnya tidak hanya memuat ketentuan itu. Berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam KUHPerdata, kedua calon suami istri diberikan kebebasan untuk menentukan isi perjanjian perkawinan asalkan sesuai dengan kehendak dan kepentingan mereka, dan juga tidak bertentangan dengan kesusilaam, hukum, agama, dan tata tertib masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa isi perjanjian perkawinan adalah beragam.
Jika anda ingin mengetahui lebih lanjut permasalahan bidang hukum lainnya dapat menghubungi kami A&A Law Office melalui Telephone/WA di atau mengirimkan email ke lawyer@aa-lawoffice.com. A&A Law Office merupakan pengacara terbaik di Indonesia, karena didukung oleh Sumber Daya Manusia/Pengacara-pengacara yang tidak hanya ahli dibidang hukum perdata/privat, akan tetapi juga didukung oleh Pengacara-pengacara yang ahli dibidang Hukum yang lainnya.
A&A Law Office mengedepankan prinsip Profesionalisme dalam mengupayakan penyelesaian permasalahan hukum yang dihadapi klien. Sehingga dalam melaksanakan aktivitasnya selalu berpijak kepada komitmen dan tangung jawab jasa profesi dan kode etik setiap menjalankan profesi bidang hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.