
Di dalam praktek, setiap bank telah menyediakan blanko (formulir, model) perjanjian kredit, yang isinya telah disiapkan terlebih dahulu. Formulir ini disodorkan kepada setiap pemohon kredit; isinya tidak diperbincangkan dengan pemohon kredit, sehingga kepada pemohon kredit hanya dimintakan pendapatnya apakah ia dapat menerima syarat-syarat yang dituangkan dalam formulir itu atau tidak. Hal-hal yang kosong (belum diisi) di dalam formulir itu adalah hal-hal yang tidak mungkin diisi sebelumnya, misalnya jumlah pinjangan, bunga, tujuan dan jangka waktu kredit. Hal ini menunjukkan bahwa perjanjian kredit di dalam praktek tumbuh sebagai perjanjian baku.
BACA JUGA : KREDIT MACET
Banyak ditemui perjanjian kredit baku yang timpang (berat sebelah). Perjanjian kredit baku dikatakan “timpang”, manakala di dalam perjanjian kredit itu lebih banyak mengatur hak-hak bank dan kewajiban nasabah debitur. Dengan demikian, dalam perjanjian kredit baku ini mengandung klausula-klausula yang secara tidak wajar sangat memberatkan pihak nasabah debitur.
Pada waktu kredit akan diberikan, pada umumnya posisi bank lebih kuat daripada calon nasabah debitur. Pada saat perjanjian ditandatangani posisi tawar menawar bank lebih kuat, sehingga calon nasabah debitur tidak banyak menuntut karena takut atau khawatir kredit tidak diberikan. Keadaan ini berbalik, dalam hal terjadi kredit sudah diperoleh dan terjadi kemacetan kredit, maka bank tidak dapat mengandalkan sarana-sarana contract enforcement yang disediakan oleh hukllm. Sarana-sarana contract enforcement yang disediakan oleh hukum tidak memadai untuk melindungi bank dalam upaya pengembalian kredit yang macet.
Tindakan-tindakan bank yang diambil berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh klausula-klausula dalam perjanjian kredit, ternyata oleh pengadilan dinyatakan: gugatan terhadap nasabah debitur sebagai tindakan yang bertentangan dengan kepatutan atau keadilan atau itikad baik, atau bahkan sebagai perbuatan melanggar hukum, di samping itu klausulanya dinyatakan ilegal karena proses pembuatan perjanjian kredit telah terjadi “penyalahgunaan keadaan” oleh bank terhadap nasabah debitur. “Penyalahgunaan keadaan” ini dapat dijadikan alasan pembatalan perjanjian, di samping secara konvensional disebut sebagai cacat kehendak, yaitu kesesatan, penipuan, dan paksaan. Penyalahgunaan keadaan ini terjadi karena bank mempunyai posisi keunggulan ekonomi terhadap nasabah debitur, sehingga posisi nasabah debitur dalam keadaan sangat membutuhkan bersedia menerima tanpa daya klausula-klausula perjanjian kredit sekalipun secara tidak wajar sangat memberatkan nasabah debitur.
BACA JUGA : UPAYA PENGAMANAN DAN PENYELAMATAN KREDIT
Jika anda ingin mengetahui lebih lanjut permasalahan bidang hukum lainnya dapat menghubungi kami A&A Law Office melalui Telephone/WA di atau mengirimkan email ke lawyer@aa-lawoffice.com. A&A Law Office merupakan pengacara terbaik di Indonesia, karena didukung oleh Sumber Daya Manusia/Pengacara-pengacara yang tidak hanya ahli dibidang hukum perdata/privat, akan tetapi juga didukung oleh Pengacara-pengacara yang ahli dibidang Hukum yang lainnya.
A&A Law Office mengedepankan prinsip Profesionalisme dalam mengupayakan penyelesaian permasalahan hukum yang dihadapi klien. Sehingga dalam melaksanakan aktivitasnya selalu berpijak kepada komitmen dan tangung jawab jasa profesi dan kode etik setiap menjalankan profesi bidang hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.